Lokan di Sungai Singkil

Hamparan Lokan di Sungai, Benarkah 'Kasur' Buaya?

Minggu, 10 April 2016 

Hamparan Lokan di Sungai, Benarkah 'Kasur' Buaya?

Laporan Yarmen Dinamika
BANDA ACEH -Aceh Singkil memiliki sungai terpanjang di Aceh. Di sungai yang bernama Lae Alas atau Lae Soraya itulah hidup jutaan, bahkan miliaran (kerang) sungai dalam berbagai ukuran. Setiap hari, puluhan hingga ratusan pencari lokan menyelam untuk mendapatkan lokan di dasar sungai.
Di titik tertentu, lokan luar biasa banyaknya. Tapi biasanya di tempat yang banyak lokannya, hampir selalu ada buaya. Lalu, benarkah hamparan atau tumpukan lokan di dasar sungai itu merupakan kasur bagi buaya saat ingin tidur?
Diajukan pertanyaan seperti itu, Jumadil Akhir (42), menjawab bahwa itu hanyalah mitos.
"Sejak kecil sudah saya dengar cerita seperti itu. Tapi setelah saya dewasa dan berprofesi sebagai penyelam lokan sekaligus pawang buaya, tahulah saya bahwa cerita itu ternyata hanya mitos," kata warga Desa Siti Ambia, Singkil, Aceh Singkil itu saat dihubungi Serambinews.com dari Banda Aceh per telepon, Minggu (10/4/2016) pagi.
Sejak remaja, Jumadil Akhir yang akrab disapa "Koyong" sudah berprofesi sebagai penyelam lokan.
Tapi menjadi pawang buaya baru sejak Maret 2015 dia lakoni, setelah ada beberapa warga Singkil yang meninggal atau terluka parah digigit buaya. Pintar berenang cepat, jago menyelam, dan warga mendambakan hadirnya minimal seorang pawang buaya di antara mereka, adalah alasan mengapa Koyong akhirnya memilih jadi pawang buaya.
"Kalau tak saya beranikan diri jadi pawang, maka tak ada seorang pun pawang buaya di Singkil, sedangkan buayanya sudah mencapai ribuan ekor," kata Koyong.
Sebagai pawang buaya yang bukan pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Koyong tak mendapatkan penghasilan apa-apa dari profesi barunya itu.
Sudah 13 buaya dewasa dan 35 anak buaya yang berhasil dia perangkap, tapi ia tak memperoleh insentif dari pihak mana pun. Maka, untung menafkahi keluarganya Koyong tetap setia menggeluti profesi awalnya: sebagai penyelam lokan.
Dari pengalamannya berpuluh tahun sebagai penyelam lokan, tahulah Koyong bahwa hamparan lokan di dasar sungai bukan satu lokasi saja, melainkan banyak.
Tapi tidak satu pun yang merupakan kasur buaya. Untuk tidur, buaya malah tak berada di dasar sungai, melainkan saat berjemur atau saat bermalas-malasan di pinggir sungai.
Lalu mengapa di tempat banyak buaya, banyak pula lokan? "Ya memang begitu kondisinya. Di tempat yang banyak buaya, otomatis orang takut menyelam lokan, sehingga lokannya terus berkembang biak, tanpa ada yang berani ambil. Dari fakta inilah kemudian muncul mitos bahwa seolah tumpukan atau hamparan lokan yang luar biasa banyak itu merupakan kasurnya buaya," kata KoyongSebagai penyelam dan pawang buaya, Koyong pernah menyelam di lokasi yang tumpukan lokannya sangat banyak. Tapi ia tak bertemu buaya.
Sebaliknya, yang melihat buaya muncul di permukaan saat dia menyelam justru temannya yang berada di sampan yang menjaga agar kompresor tetap hidup. Itu terjadi tahun 2013 di sungai seberang Kayu Menang, Singkil. Jarak buaya dengan sampan mereka hanya tiga meter
."Teman saya itu yang ketakutan. Tapi untunglah menjelang saya muncul ke permukaan, buaya itu pula yang masuk ke dalam sungai, sehingga kami tak bertemu," cerita Koyong. Koyong tahu cerita menegangkan itu setelah diberi tahu temannya saat ia naik ke sampanSekali waktu, saat menyelam lokan, Koyong merasakan kakinya bersenggolan dengan kaki buaya. "Tapi karena di dasar sungai air sangat keruh, kami tak bisa saling melihat," kata Koyong.
Untuk bisa menyelam lama, Koyong mendapat pasokan oksigen melalui selang dari kompresor yang berada di atas perahu.
Ia juga dilengkapi baju berjaring dari nilon dan di situlah ia taruh setiap lokan yang berhasil dia selami. Setelah baju terisi penuh, barulah ia naik ke permukaan. Begitu terus berulang-ulang. Sehari, ia bisa dapat lokan 5-7 karung ukuran 50 kg. Per karung harganya Rp 150.000.
Bagi masyarakat Singkil, lokal adalah makanan favorit sebagai lauk (kawan nasi) yang bisa dibikin rendang, sate, digulai, ditumis, atau bahkan digoreng garing. Orang Singkil di rantau pun sering minta dikirimi rendang atau goreng lokan karena kuliner Singkil yang satu ini benar-benar lezat, gurih, dan "ngangenin". 

Comments

Popular posts from this blog

Kerajaan-kerajaan di Aceh Singkil bagian Hulu

Nikmatnya Kepiting Jumbo Singkil Khas Rumah Makan Kiniko Duo