Berburu Kuliner Lokan dari Sarang Buaya Singkil
Berburu Kuliner Lokan dari Sarang Buaya Singkil
Selasa, 3 Mei 2016
Bagi para pendatang, mungkin sulit membayangkan, ternyata untuk mendapat sekarung lokan, warga Aceh Singkil harus bertaruh nyawa dengan buaya sungai. Tapi kenyataan itulah yang dihadapi warga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Warga tetap melakukannya karena tidak ada pilihan lain walau nyawa jadi taruhannya,” kata Irwan Sekretaris Desa Suka Makmur, Kecamatan Singkil kepada Serambi, Senin (18/4). Sebagian penduduk percaya kerang sungai (lokan) merupakan kasur bagi buaya. Hewan melata bergigi tajam itu dipercaya nenek moyang salah satu marga penduduk Singkil sehingga tidak berprilaku mengganggu.
Konon menurut kisah, wilayah Singkil yang terdapat sejumlah sungai dihuni sekitar 3.000 buaya besar maupun kecil. Namun belum lama ini, warga setempat menyatakan perang memburu buaya pascainsiden beberapa pencari lokan dimangsa. Namun apa dinyana, meski berhadapan dengan bahaya di depan mata, warga tetap bergantung hidup dari hasil mencari lokan di dasar sungai yang dihuni ribuan buaya. Biasanya warga menyelam ke dasar sungai yang dikenal menjadi sarang buaya untuk mengambil lokan.
Untuk memasak lokan bukan perkara mudah. Setelah dikumpul dari sungai, terlebih dahulu dicuci menggunakan air bersih agar kotoran pasir lepas. Setelah itu satu per satu lokan dikupas. Perkerjaan inilah yang menyita waktu lama. Bisa saja pisau terancam di tangan atau tangan teriris jika belum ahli. Setelah itu, untuk mencegah minyak goreng muncrat keluar kuali ketika digoreng, terlebih dahulu lokan direbus.
Selanjutnya terserah mau digoreng, disate maupun dibikin hidangan istimewa seperti roti jalo gulai lokan. “Mencari dan masaknya lokan ini susah, tapi harganya murah,” kata Azwar warga Singkil, sambil menikmati sepiring lokan dari rumah makan Arum. Untuk satu porsi lokan dihargai Rp 10.000, tak sebanding dengan usaha mengambil bahan baku lokan mentah di dasar sungai yang dihuni buaya.
Untuk satu karung berisi 100 biji lokan dihargai Rp 10.000 sampai Rp 20.000 tergantung ukuran. Di Aceh Singkil, kuliner lokan tersaji dalam beberapa menu. Ada goreng lokan renyah, sate lokan dan yang paling istimewa disajikan hanya dalam acara istimewa yaitu Roti Jalo (jala) gulai lokan. Kuliner satu ini sekaligus menggambarkan perkawinan budaya pesisir dengan bahasa ba apo dan suku lokal berbahasa kade-kade di Aceh Singkil.
Roti Jalo mungkin bisa ditemukan di daerah lain. Tapi bila disajikan dengan gulai lokan hanya ada di Bumi Syeikh Abdurrauf As Singkili. Saking istimewanya Roti Jalo gulai lokan tidak dijual di rumah makan. Untuk mendapatkannya harus dipesan khusus kepada ahlinya. Sedangkan lokan goreng bisa didapat saban hari kalau berkunjung ke Aceh Singkil seperti di rumah makan Arum di kawasan Pulau Sarok, Singkil.
Sementara untuk sate lokan menjadi makanan khas rumah makan Kiniko Duo Anak Laut, di pinggir jalan Singkil-Singkil Utara, Desa Gosong Telaga Barat, Singkil Utara. Sate lokan Kiniko Duo, bukan seperti sate umumnya yang ditusuk. Sate lokan itu tanpa tusuk. Untuk memasaknya harus menggunakan bumbu kelapa parut gongseng digiling halus. Digoreng maupun disate, lokan yang dalam bahasa setempat disebut geling sama-sama bisa dinikmati langsung walau tanpa nasi.
Jadi, tunggu apalagi. Ini saatnya Anda datang menikmati hidangan lokan khas Aceh Singkil, sambil menyaksikan sendiri perburuan lokan di sarang buaya.
sumber: http://aceh.tribunnews.com/2016/05/03/berburu-kuliner-lokan-dari-sarang-buaya-singkil
Comments
Post a Comment